Warga Mengadu ke Kejati NTT: Tolak Relokasi, Tuntut Transparansi Proyek Rumah 2.100 Unit

Kupang – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menerima audiensi dari Aliansi Nasional untuk Indonesia Baru di Aula Lopo Sasando, Senin (16/6). Aliansi yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat seperti AGRA, FMN, IKIF, KROM Asesor Hukum Nasional, WIDA-NTT, dan Serikat Perempuan Naibonat ini menyampaikan aspirasi terkait dugaan penyimpangan proyek pembangunan 2.100 unit rumah untuk eks-pengungsi Timor Timur dan polemik status lahan warga.

Audiensi tersebut diterima langsung Kepala Kejati NTT, Zet Tadung Allo, S.H., M.H., didampingi jajaran, yakni Asisten Intelijen, Asisten Tindak Pidana Khusus, dan Plt. Asisten Tindak Pidana Umum.

Dalam dialog, Aliansi Nasional menyuarakan sejumlah tuntutan. Mereka mendesak transparansi penyelidikan dugaan korupsi proyek 2.100 unit rumah, penjelasan atas ketidaksesuaian fisik bangunan dengan gambar perencanaan, serta pemenuhan hak-hak normatif buruh di proyek tersebut.

“Kami menolak relokasi ke lokasi Burung Unta karena rumah diberikan tanpa lahan. Warga sudah menempati tanah ini selama 27 tahun dan seharusnya mendapat pengakuan atas hak tanah mereka,” tegas perwakilan Aliansi Nasional, Yosephina Leki, dalam pertemuan tersebut.

Mereka juga mempertanyakan maksud kunjungan Kejati NTT ke lokasi proyek serta meminta klarifikasi atas hasil kunjungan Forum Komunikasi Pengungsi Tim-Tim (FKPTT).

Menanggapi aspirasi tersebut, Kajati NTT Zet Tadung Allo menegaskan pihaknya terbuka terhadap masukan masyarakat. Ia menyebut Kejati terus mengawasi agar anggaran negara digunakan tepat sasaran, dan jika ada pelanggaran hukum, akan ditindak sesuai ketentuan.

“Kami menekankan prinsip salus populi suprema lex esto — keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Kami hadir untuk mengawal agar pembangunan berjalan sesuai aturan dan rakyat tidak dirugikan,” ujar Zet Tadung Allo.

Ia menambahkan, tim Kejati telah turun ke lapangan memeriksa kelayakan rumah termasuk fasilitas sosial dan umum. Namun, ia menegaskan Kejaksaan tidak memiliki kewenangan menentukan siapa yang berhak menempati rumah, melainkan fokus pada pengawasan anggaran negara agar bebas dari penyimpangan.

“Kami terbuka pada siapa pun yang ingin menyampaikan laporan atau meminta pendampingan hukum. Silakan sampaikan laporan secara tertulis agar bisa kami tindak lanjuti secara sistematis,” imbuhnya.